Minggu, 13 Mei 2012

TUALEN (Hyang Semar/Semar versi Bali)


Semar adalah punakawan dari Ida Bhatara Hyang Siwa Pasupati, yang diciptakan pada jaman Pandawa. Hyang Siwa Pasupati mempunyai 4 punakawan yaitu Semar, Petruk, Gareng dan Bagong. 

Semar di Bali dikenal bernama Tualen, Petruk adalah merdah, Gareng adalah Sangut dan Bagong adalah Delem.

Pada saat Panca Pandawa mengasingkan diri ke alas, alas yang dicapai adalah alas Jawa, karena diceritakan pada saat itu semua pulau masih bersatu. Bukti dari Panca Pandawa datang ke alas Jawa yaitu Bima kawin dengan seorang raksasa bernama Diyah Dimbi dan lahirlah Gatot Kaca. Juga Arjuna bertapa di gunung yang sekarang dikenal dengan gunung Arjuna di Jawa, serta karena pada saat itu banyak sekali raksasa-raksasa yang mengganggu Arjuna dalam tapanya, maka diturunkanlah 4 punakawan oleh Ida Bhatara Hyang Siwa Pasupati untuk menjaga Arjuna. Dalam pertapaannya Arjuna diberi sebuah panah sakti oleh Hyang Siwa Pasupati.

Tak dapat dipungkiri bahwa dari kisah Arjuna bersemedi di tanah Jawa kemudian muncul Semar di dunia ini sebagai pamong para raja-raja atau pemimpin seluruh dunia. Semar kemudian diberi gelar Sada Siwa oleh Hyang Siwa Pasupati, atau dalam Hindu Dharma dikenal juga sebagai Sang Hyang Ismaya dan Manik Maya. Sebutan Beliau yang lain adalah Sabda Palon.

Semar adalah juga merupakan Dewa yang mengatasi semua Dewa dan Dewa yang menjelma menjadi manusia. Semar juga kemudian menjadi pamong para Pandawa dan ksatrya utama lainnya yang tidak terkalahkan.

Semar merupakan pamong yang sepi ing pamrih, rame ing ngawe. Sepi akan maksud, rajin dalam bekerja. Semar mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Hyang Widi demi kesejahteraan umat manusia di jagat raya ini. 

Tualen adalah seorang punakawan yang disegani dan disenangi oleh banyak raja dan para Dewata. 

Tualen berpenampilan sederhana sebagaimana rakyat biasa, walau sebagai abdi raja karena Beliau adalah pelayan umat manusia untuk mencapai keadilan dan kebenaran di muka bumi.

Tualen / Semar di Nusantara adalah sebagai Dang Hyang-nya Nusantara (nenek moyang Nusantara). Beliau berumur jutaan tahun dan hidup abadi atau moksa. Sekali beliau tidur adalah 500 tahun lamanya dan setiap Beliau terbangun pasti ada suatu kerajaan atau keyakinan yang sedang berselisih.

Tualen juga sebagai lurah karang dempel. Karang artinya gersang, dempel artinya keteguhan jiwa. Rambut beliau menguncung, rambutnya memberi tahukan kepada umat manusia; akuning sang kuncung artinya adalah, akulah sebagai kepribadian pelayan umat manusia. 

Kain beliau bernama parangkusumorojo yang artinya perwujudan dewonggowantah artinya, menuntun umat manusia agar mencapai memayuhayuning bawono yang artinya, terjadinya keadilan dan kebenaran di muka bumi. Jadi sesunguhnya Semar itu hampir sama tugasnya dengan Ibu Dewi Kwan Im, yaitu bilamana umat manusia belum mencapai kebahagaian maka Beliau tidak akan pergi ke alam nirwana atau alam Siwa Budha.

Semar berkata; bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur kamurkan mardik, yang artinya, merdekanya jiwa dan sukma.

Jadi umat manusia dituntun oleh Tualen agar terlepas dari segala penderitaan dan mencapai moksa. 

Tualen sebagai perlambang ngelmu gaib atau simbulnya alam gaib. Kasampurnaning pati. Beliau tidak akan pernah mati karena Beliau sudah mencapai kesempurnaan.

Jadi singkat cerita tentang Tualen/Hyang Semar atau nenek moyang Nusantara ini atau Dhang Hyang-nya Nusantara adalah yang mengemban tugas untuk mempersatukan umat dari masalah-masalah kerohanian.

Om wilaheng astu namo sidyam, luputo salah lan sandi luputo denane tawang towang jagat dewa bhotoro jagat hyang pramuditya bhuwana langgeng rahayu rahayu rahayu sagung dumadi.


 softquadro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar