Sabtu, 12 Mei 2012

Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi NAZI


Diarsip dalam: Belanda harry poeze Indonesia Nazi Jerman Parlindoengan Lubis
Karena berani melancarkan perlawanan, tidak sedikit orang Indonesia dijebloskan dalam kamp konsentrasi Nazi. Bebas dari kamp dan mencoba pulih dari kekejiannya, mereka menghadapi kejutan besar. Perjuangan terdahulu, yang ditunda ketika Belanda diduduki Nazi sehingga perlawanan terhadap fasisme lebih mendesak, ternyata menjadi kenyataan.

26 Juni 1941 adalah hari yang tak terlupakan sepanjang hidupnya. Seperti kata pepatah - untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak - pada hari naas itu kehidupan Parlindoengan Loebis berubah sepenuhnya.

TERKAIT:
Menunda Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Mengubah haluan
Sebagai dokter muda lulusan Universitas Leiden yang baru buka praktek di Amsterdam, selain mengunjungi, Loebis juga banyak didatangi pasien. Pada hari di musim panas itu, ketika makan siang bersama istrinya Jo Soumokil, pintu rumahnya diketuk.

Semula dikiranya ada pasien yang tidak kenal jam praktek. Tapi ternyata dua orang tamu itu anggota Gestapo, dinas rahasia pendudukan Nazi Jerman yang memintanya ikut ke Euterpestraat, markas besar mereka. Sebentar saja, sebelum jam praktek sore ia sudah bisa pulang.

Sebentar itu ternyata berlangsung selama empat tahun. Parlindoengan Loebis dipindah-pindah dari Kamp Schoorl dan Kamp Amersfoort di Belanda ke kamp-kamp Buchenwald dan Sachsenhausen di Jerman. Dia alami sendiri kehidupan mengerikan dalam kamp.

Untung pada sebagian besar kamp itu Loebis bertugas sebagai dokter. Itulah yang menyelamatkannya. Parlindoengan Lubis menuliskan semua kekejian yang dialaminya dalam otobiografinya yang berjudul "Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Nazi".

Pada buku itu antara lain bisa dibaca bahwa di Kamp Schoorl, Loebis bertemu Sidartawan, sekretaris Perhimpoenan Indonesia, PI. Sebelum perang, Loebis pernah menjabat ketua organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda ini.

Rupanya Nazi menganggap PI dekat dengan Partai Komunis Belanda CPH, sehingga seperti kalangan komunis, pengurus PI-pun ditangkapi. Kedekatan ini bukan kebetulan, maklum kalangan komunis adalah partai pertama yang menghendaki “IndonesiĆ« los van Holland”, Indonesia lepas dari Belanda.

Yang tampaknya tidak diketahui Nazi adalah, ketika masih menjabat ketua, Parlindoengan Loebis justru membuka PI dari ketertutupan ketika masih dekat dengan pihak komunis Belanda. Sejarawan Belanda Harry Poeze dari KITLV di Leiden menunjuk bahwa Loebis mengubah haluan, mendekatkan PI dengan SDAP, partai sosial demokrat Belanda.

Anne Frank
Lulus sebagai dokter, tentu saja Parlindoengan Loebis juga melepas kedudukannya dalam Perhimpoenan Indonesia. Tetapi mengapa ia tetap diburu Nazi? Loebis tak bisa memastikannya. Alasan penangkapannya juga baru diketahuinya bulan Maret 1945, menjelang pembebasan dari Kamp Buchenwald.

Yang jelas, di Kamp Schoorl dia bertemu Sidartawan, Sekretaris Perhimpoenan Indonesia. Di situ dia juga mendengar: Nazi sebenarnya hanya berniat menangkap ketua PI. Tetapi Setiadjit, sang ketua, menghilang. Sidartawanlah yang tertimpa sial, ia harus “menggantikan” Setiadjit.

Ketua PI ini bersembunyi di bilangan De Jordaan, Amsterdam pusat, pasti tidak jauh dari rumah gadis Yahudi Anne Frank yang juga bersembunyi di rumahnya sendiri, menghindari Nazi.

Putra Maluku
Parlindoengan dan Sidartawan bersama-sama dipindah ke Kamp Amersfoort. Tapi di sini mereka berpisah. Dalam otobiografinya, Parlindoengan Loebis mencatat Maret 1942 Sidartawan dipindah ke Kamp Hamburg, dia ke Kamp Buchenwald. Dua kamp konsentrasi itu berada di Jerman.

Dari Kamp Hamburg, Sekretaris Perhimpoenan Indonesia Sidartawan masih dipindah ke Kamp-Kamp Neuengamme dan Dachau. Tapi penderitaan di dalam kamp konsentrasi ini melemahkannya. Kurang gizi, penyiksaan dan higiene yang tak bermartabat menyebabkan Sidartawan terserang tuberculosis.

Pada awal November 1942 ia tutup usia di Dachau.

Menurut catatan sejarawan Harry Poeze sampai delapan orang Indonesia tewas karena ditembak, disiksa atau sakit dalam kamp konsentrasi Nazi. Selain Sidartawan, misalnya ada nama-nama seperti Moen Soendaroe, Irawan Soejono, Victor Makatita dan Eddy Latuperisa. Dua nama terakhir adalah kadet akademi militer KMA di Breda, Belanda selatan.

Makatita ingin kembali ke Indonesia untuk ikut melawan Jepang, sedangkan Latuperisa aktif dalam gerakan bawah tanah. Tapi Nazi Jerman menangkap dan menghukum mati dua putra Maluku ini.

Penasihat komunis
Putra Maluku lain, Donald Poetiray, selamat dari kekejaman kamp konsentrasi, begitu pula adiknya Henk, walau keduanya masuk kamp yang berbeda. Demikian Herman Keppy yang meneliti dua bersaudara ini.

Menyimpan surat yang dikirim Donald dari Kamp Buchenwald kepada orang tuanya di Den Haag, Herman menekankan bahwa sebagai kelahiran Hindia Belanda, Nazi Jerman tidak menganggap Donald musuh. Karena itu dia diizinkan menulis surat kepada orang tuanya di Den Haag, termasuk menerima paket dari mereka.

Herman Keppy menunjukkan surat yang ditulis oleh Donald Poetiray. “Dia bukan orang bodoh, perhatikan bahasa surat ini.” Supaya lolos sensor, surat itu ditulis dalam bahasa Jerman dan tidak berisi kekejian di kamp. “Isinya lebih menarik lagi,” tutur Herman Keppy penuh semangat.

Dalam surat itu Donald Poetiray meminta ibunya supaya berkunjung ke rumah Tante Hendrien dan alamat itu ditulisnya. Sebenarnya keluarga Poetiray tidak kenal Tante Hendrien, tapi inilah pesan tersamar Donald bahwa di dalam kamp dia bertemu anak si Tante.

Dengan begitu mereka tahu bahwa si anak berada di kamp, demikian Herman Keppy.

Donald ditangkap karena melarikan diri. Tidak jelas apakah Nazi memberitahu alasan itu, ketidakjelasan juga dialami oleh Parlindoengan Loebis. Baru pada tahun 1945, ketika sudah berada di Kamp Konsentrasi Buchenwald, Loebis tahu kenapa dia masuk kamp.

Ketika ditanyai nama dan asalnya, tanpa sengaja Parlindoengan melirik catatan penjaga Kamp Sachsenhausen, tempat interogasi berlangsung. Di situ tertera dirinya sebagai “penasihat pimpinan Partai Komunis Holland yang ilegal”.

Tuduhan ini menggelikannya. Dengan berolok-olok, kepada temannya ia sering menyombongkan diri sebagai “penasihat komunis”.

Buatan Jepang
Tak lama setelah itu Nazi bertekuk lutut, Parlindoengan Loebis bebas dari Kamp Buchenwald, walaupun dia harus ikut apa yang disebut mars kematian yang membawanya ke front sekutu. Donald Poetiray dibebaskan oleh Pasukan Sekutu pimpinan Jenderal Patton.

Orang-orang yang selamat itu kembali ke Belanda. Di Belanda, menyusul pembebasan pasukan sekutu, mereka yang bersembunyi juga keluar menghirup udara bebas, termasuk banyak orang Indonesia.

Pada saat inilah orang-orang Indonesia ini dikejut oleh perkembangan di tanah air. “Sebuah perkembangan yang tak terduga-duga,” demikian Harry Poeze. Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Di Belanda mereka sempat menunda perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan tanpa mereka sadari Indonesia menyatakan diri merdeka. Dengan hati-hati mereka dukung kemerdekaan Indonesia, maklum mereka harus memastikan dulu republik baru itu bukan buatan Jepang. 

(Joss Wibisono)

ATL (Asosiasi Tradisi Lisan)

2 komentar:

  1. absolutely interesting,
    but, where he now ??

    BalasHapus
  2. sudah meninggal tahun 1994, http://www.google.com/imgres?imgurl=http%3A%2F%2Ftentangnazi.files.wordpress.com%2F2012%2F07%2Fobituari-parlindoengan-loebis.jpg&imgrefurl=http%3A%2F%2Ftentangnazi.wordpress.com%2F2012%2F07%2F05%2Forang-indonesia-di-kamp-konsentrasi-nazi-otobiografi-parlindoengan-loebis%2F&h=708&w=864&tbnid=jk66djXrC70LbM%3A&zoom=1&docid=B1QW9Stj-KXDZM&ei=v2iNVPO_H4yEyQSBz4G4DA&tbm=isch&ved=0CCIQMygEMAQ&iact=rc&uact=3&dur=1636&page=1&start=0&ndsp=18

    BalasHapus